Yok Koeswoyo: Musisi Perlu Ngopi!

Anto Karibo diperbarui 29 Mar 2015, 17:44 WIB

Fimela.com, Jakarta Kalau saja Koes Plus merupakan band asal Amerika Serikat atau negara maju lain yang mengatur sistem royalti dengan baik, tentu mereka akan merasakan hasil dari karya-karyanya. Tapi nasib berkata lain. Padahal untuk hidup, mereka butuh modal.

"Ngopi saja butuh modal," ujar Yok Koeswoyo, salah satu personil Koes Plus.

Koes Plus yang digawangi Yok Koeswoyo, Yon Koeswoyo, Nomo Keswoyo dan (alm) Murry hanya bisa menikmati masa tua dengan sangat sederhana. Mereka tak bisa hidup dari pembayaran royalti atas karya-karya yang masih terus terdengar sampai hari ini.

"Soal bernyanyi, semua orang seneng nyanyi lah. Buat saya semakin banyak lagu dinyanyiin orang, sebuah kebahagiaan buat saya. Tapi ya kalau bisa yang penting jangan lupa itu," kata Yok Koeswoyo di launching album Devia Sherly 'Warna Kehidupan', Red Box Cafe, Jakarta Selatan (27/3).

Seperti diketahui, sepanjang berkarya, banyak lagu mereka yang menjadi hits. Bahkan majalah Rolling Stone Indonesia memasukkan 10 lagu mereka ke dalam jajaran 150 lagu legendaris di tanah air.

10 lagu tersebut adalah Bis Sekolah (1964), Di Dalam Bui (1967), Kembali ke Jakarta, Kelelawar, Manis dan Sayang (1969), Nusantara I, Bunga Di Tepi Jalan (1971), Pelangi (1972), Kolam Susu (1973), dan Jemu (1975).

Yok Koeswoyo dan kawan-kawan berharap ada peran aktif dari pemerintah untuk lebih mengapresiasi karya-karya para musisi yang selama ini telah menghibur seluruh negeri. Kondisi yang terjadi sekarang, pembayaran royalti selalu tersandung dan bahkan terhenti.

Sebagai musisi, apalagi di masa tua, mereka butuh pemasukan dari selain aktivitas 'manggung'. Tentu kesehatan dan vitalitas mereka tak bisa disandingkan dengan panggung off air band-band muda yang bisa sibuk melakukan tur ke beberapa daerah hingga berbulan-bulan lamanya.

"Ya itu tadi. Saya masih ngerokok, masih ngopi. Ya harus beli (pakai uang)," ujar basis Koes Plus ini sengit.